Sebagai orang yg bekerja atau belajar di dunia penerbangan pastinya sering menjumpai pertanyaan-pertanyaan seperti :
- Kenapa pesawat bisa terbang.,??
- Apa yg terjadi ketika udara masuk kedalam Engine.,??
- Apa ada dasar hukum yg menjelaskan itu.,
- Dan sebagainya.,
Apalagi pertanyaan semacam ini hampir dipastikan ditanyakan ketika tes wawancara untuk menjadi Aircraft Technician. Pada kesempatan ini saya akan mengulas tentang “Hukum Dasar Pesawat Terbang”. Semoga bisa menjawab pertanyaan diatas.,
Hukum Newton
Newton I : Suatu benda yg dalam keadaan diam akan tetap diam dan benda yg bergerak dalam kecepatan konstan dalam satu garis lurus akan tetap bergerak jika tidak ada gaya dari luar yg mempengaruhinya. Hukum ini biasa disebut hukum kelembaman.
Newton II : Suatu benda yg bergerak teratur kemudian mendapat pengaruh gaya lain maka gerak dan arahnya berubah sebanding dengan gaya yang mempengaruhinya. Hukum ini biasa disebut percepatan . dimana Force = Mass x Acceleration.
“Nah inilah yg terjadi pada udara masuk kedalam engine,dimana udara masuk dipercepat sehingga pesawat dapat melenggang diudara”.
Newton III : Setiap aksi akan menimbulkan reaksi sama besarnya dengan arah berlawanan. Atau biasa dirumuskan Action = - Reaction.
Hukum Bernoully
Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh Daniel Bernoully,dimana dikatakan bahwa massa udara yg melalui saluran convergent dan divergent,jumlah tekanan total/tekanan total adalah sama.,
Convergent : tekanan dan temperature menurun, kecepatan meningkat.
Divergent : tekanan dan temperature naik,kecepatan berkurang.
Disamping kedua hukum tersebut mungkin masih banyak hukum lain seperti hukum Pascal yg diaplikasikan untuk Hydraulic System dan hukum-hukum lain yang mungkin akan saya ulas dikesempatan yg akan datang. Terimakasih.
(catatan penulis ;EASA part-66 Module)
I posting everything.Coretan-coretan gw ini gw bikin buat ngehibur diri ditengah kesibukan pendidikan di BAM GMF.Thanks and enjoy your read. CP : 085606175616 / 56E2B0AA Facebook : dark.angel235@gmail.com E-mail : rendrawiratama@gmail.com Nb: blog ini berisi konten apapun,mohon maaf jika kurang berkenan.,
Sunday 28 September 2014
Sunday 8 June 2014
Prinsip Pengukuran Tekanan Atmosfir
Aerodynamic Principle 1
Berhubung besok praktek Aerodynamic maka hari ini saya mw bahas tentang "how to measure of atmosphere pressure ?". Ok kita mulai.,!!
Tekanan atmosfir tidak sama disetiap wilayah hal ini tergantung ketinggian daerah tersebut,dan sebagai acuannya sea level. Nah pressure ini sendiri adalah "mass of the gaseous molecules acting under force of gravity on a given area"(tekanan yg terjadi pada suatu area). Pressuer = Force/Area
Pada dasarnya atmosphere pressure diukur dengan "Principle of the Mercury Barometer".Bagaimana cara kerjanya? seperti yang anda lihat pada gambar (prinsipnya hampir seperti prinsip tabung "U" dimana tekanan yg diterima suatu fluid diteruskan kesegala arah). Nah seperti itulah yg terjadi ketika Tekanan Atmosfir menekanan kesegala arah sama besar,tekanan ini diterima dan menahan mercury yg seperti sifat fluid lain yg cenderung mengalir ketempat yg lebih rendah,sedangkan didalam tabung tidak ada udara (vacuum).
Nah nilai besarnya penurunan mercury yg tertahan oleh tekanan atmosfir inilah yg kemudian dijadikan parameter tekanan atmosfir. Cara sederhana ini cukup presisi meskipun pada praktenya lebih kompleks.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka ISA (International Standard of Atmosphere) menetapkan pressure pada sea level sebesar 1013.25mb atau 14.7psi atau 29.92 in Hg atau 760 mm Hg. Pressure ini akan menurun seiring kenaikan ketinggian (pada lapisan atmosfir tertentu). Selain berdasarkan kenaikan altittude (ketinggian) pressure juga berbeda dengan temperature berbeda dimana "pressure altittude above warm air is lower than the pressure altittude above cold air". Nb ; pressure altittude adalah ketinggian pada pressure tertentu sesuai ISA.
Contoh pressure di puncak mount everest adalah 300.9mb sehingga pressure altittude adalah 30,000ft (diasumsikan dengan tanpa memperhatikan temperatur).
Apakah pesawat terbang juga menggunakan alat ini.,?? Tidak,namun prinsipnya hampir sama,pesawat terbang menggunakan alat yg disebut Altimeter dimana cara kerjanya menggunakan perbandingan tekanan dinamis dengan statis.
(catatan penulis)
Explain How to Measure of Atmosphere Pressure
Tekanan atmosfir tidak sama disetiap wilayah hal ini tergantung ketinggian daerah tersebut,dan sebagai acuannya sea level. Nah pressure ini sendiri adalah "mass of the gaseous molecules acting under force of gravity on a given area"(tekanan yg terjadi pada suatu area). Pressuer = Force/Area
Pada dasarnya atmosphere pressure diukur dengan "Principle of the Mercury Barometer".Bagaimana cara kerjanya? seperti yang anda lihat pada gambar (prinsipnya hampir seperti prinsip tabung "U" dimana tekanan yg diterima suatu fluid diteruskan kesegala arah). Nah seperti itulah yg terjadi ketika Tekanan Atmosfir menekanan kesegala arah sama besar,tekanan ini diterima dan menahan mercury yg seperti sifat fluid lain yg cenderung mengalir ketempat yg lebih rendah,sedangkan didalam tabung tidak ada udara (vacuum).
Nah nilai besarnya penurunan mercury yg tertahan oleh tekanan atmosfir inilah yg kemudian dijadikan parameter tekanan atmosfir. Cara sederhana ini cukup presisi meskipun pada praktenya lebih kompleks.
Berdasarkan perhitungan tersebut maka ISA (International Standard of Atmosphere) menetapkan pressure pada sea level sebesar 1013.25mb atau 14.7psi atau 29.92 in Hg atau 760 mm Hg. Pressure ini akan menurun seiring kenaikan ketinggian (pada lapisan atmosfir tertentu). Selain berdasarkan kenaikan altittude (ketinggian) pressure juga berbeda dengan temperature berbeda dimana "pressure altittude above warm air is lower than the pressure altittude above cold air". Nb ; pressure altittude adalah ketinggian pada pressure tertentu sesuai ISA.
Contoh pressure di puncak mount everest adalah 300.9mb sehingga pressure altittude adalah 30,000ft (diasumsikan dengan tanpa memperhatikan temperatur).
Apakah pesawat terbang juga menggunakan alat ini.,?? Tidak,namun prinsipnya hampir sama,pesawat terbang menggunakan alat yg disebut Altimeter dimana cara kerjanya menggunakan perbandingan tekanan dinamis dengan statis.
(catatan penulis)
Thursday 29 May 2014
Teori Habibie
TEORI DAN METODE HABIBIE
Kulit
luarnya bisa saja terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi
dalamnya keropos. Ketidakpastian inilah yang dihadapi industri pesawat terbang
sampai 40 tahun lalu. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh
mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa
fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena
kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih
sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor
laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan
rawan ini.
Titik
rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat
terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami
guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun
mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift)
yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan
tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan
(crack).
Titik
rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat.
Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi,
taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas.
Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat
mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.
Pada saat
itulah muncul anak muda jenius yang mencoba menawarkan solusi. Usianya baru 32
tahun. Postur tubuhnya kecil namun pembawaannya sangat enerjik. Dialah Dr. Ing.
Bacharuddin Jusuf Habibie, laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan,
pada 25 Juni 1936.
Habibie-lah
yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja.
Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia
penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah
Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack. Tentunya teori ini membuat pesawat
lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga
membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Sebelum
titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan
muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF).
Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan
teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat
terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik
crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih
campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja
dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia
penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.
Faktor
Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat
penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka
penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit
ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take
off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut
merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya
jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa
ditingkatkan.
Faktor
Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian
per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder
dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat
lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh
lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin
jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
Riwayat
keilmuan Habibie dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk
belajar di Technische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen, Aachen,
Jerman, pada 1956. Selama setahun sebelumnya, Habibie tercatat sebagai
mahasiswa ITB. Setelah mengantongi gelar diploma ingenieur jurusan konstruksi
pesawat terbang, tahun 1960, sambil melanjutkan kuliahnya, ia menjadi asisten
Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di kampusnya.
Otak
Habibie makin kelihatan encer kala gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan
predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi
ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis
Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan
persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa,
hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
Ia meraih
kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu
diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap
pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang
dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan
Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).
Habibie
hanya sampai tahun 1969 saja di HFB, karena dilirik oleh Messerschmitt Boelkow
Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Di
tempat yang baru ini, karier Habibie meroket. Jabatan Vice President/Direktur
Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan
Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
Di tempat
ini pula Habibie menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan,
aerodinamika dan crack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan,
temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor
Habibie dan Metode Habibie. Paten dari semua temuan itu telah diakui dan
dipakai oleh dunia penerbangan internasional.
Pesawat
Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and
Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini
tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB. Sehingga
Habibie berhak atas royalti dari teknologi yang dipakai dalam kendaraan udara
berbadan lebar itu. Selain dari Airbus, Habibie juga mendapat royalti dari
produsen-produsen roket di banyak negara, yang banyak menggunakan teknologi
konstruksi ringannya.
Tahun
1978, Habibie dipanggil pulang ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto dan sejak
itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di
Indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235
dan N-250.
Prestasi
keilmuan Habibie mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menjadi anggota
kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara. Antara lain di Gesselschaft
fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The
Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of
Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace
(Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sedangkan dalam
bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang
kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan
dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward
Warner Award. (Hidayat Gunadi, Hatim Ilwan)
Sumber: Majalah Gatra Ed. Khusus,
Agustus 2004).
Sekalian narsis mumpung uniform masih anget.,
hehehehe....
hehehehe....
Thursday 1 May 2014
Aircraft Technician (Teknisi Pesawat Terbang)
Beberapa dari kita khususnya yg menempuh pendidikan di SMK Penerbangan mungkin berkeinginan menjadi Aircraft Technician. Tapi seperti halnya saya ketika di bangku sekolah ,sering terbersit pertanyaan Bagaimana untuk menjadi Aircraft Technician.,??
Apa yg harus saya lakukan untuk menjadi Aircraft Technician.,??
Nah oleh sebab itu dalam coretan saya hari ini saya ingin berbagi informasi tentang apa-apa saja syarat menjadi Aircraft Tecnician. Untuk menjadi Aircraft Tecnician seseorang harus memiliki Basic Licence yg diterbitkan sesuai negara tempat ia bekerja misalnya ; DKUPPU (Indonesia), EASA (Europe) dan FAA (America) dan lain-lain.
Apa itu Basic Licence.,?? Basic Licence adalah personal sertificate yg menyatakan seseorang telah layak,mengerti dan mampu melakukan suatu perawatan pada pesawat terbang sesuai bidangnya. Basic Licence di Indonesia dikategorikan menjadi 2 ;
- A&C untuk servicing category
- B&D untuk overhoul category
- A = Airframe Powerplant
- B = Overhaul Airframe Powerplant
- C = Electrical Instrument
- D = Overhaul Electrical Instrument
Bagaimana cara memperoleh Basic Licence.,?? Sesuai aturan dari DKUPPU untuk mendapatkan Basic Licence harus memenuhi 3009,5 jam teori dan sekian jam praktik. Nah untuk teori tersebut dapat diperoleh dari Akademi misalnya STPI,ATKP. atau melalui BAM (Basic Aircraft Maintenance).
BAM ini sendiri merupakan suatu wadah pelatihan yg telah di-approve oleh DKUPPU,beberapa perusahaan yg memiliki BAM antara lain PT.GMF.AeroAsia dan PT.Lion Air (group). Namun selain melalui pendidikan Basic Licence dapat juga diperoleh dengan langsung mengajukan ujian jika telah memenuhi experience sesuai waktu yg ditentukan oleh pihak authority.
Basic Licence menjadi syarat mutlak yg harus dimiliki oleh setiap Teknisi hal ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dari setiap pekerjaan,penumpang,dan lingkungan.
(Catatan Penulis)
Subscribe to:
Posts (Atom)